Rabu, 03 Desember 2014

9 (SEMBILAN) BENTUK MAKSIAT.

1. Maksiat Hati
2. Maksiat Perut
3. Maksiat Mata
4. Maksiat Lisan
5. Maksiat Telinga
6. Maksiat Tangan
7. Maksiat Farji
8. Maksiat Kaki
9. Maksiat Badan

Adapun Rinciannya sbb :

1. Maksiat Hati
Termasuk maksiat hati yaitu ria’ (pamer) dengan amal baik. Ria’, adalah berbuat karena manusia. Ria’ itu dapat melebur pahala, sama halnya dengan ujub (atau mengagungkan diri).
Ujub ialah memandang/menganggap bahwa ibadahnya adalah dari diri sendiri (bukan dari Alloh) dan tidak menganggap bahwa semua ibadah dari Alloh. Ragu-ragu terhadap wujud Alloh. Merasa aman dari upaya (siksa) Alloh. Putus asa dari rahmat Alloh. Sombong kepada hamba-hamba Alloh.
Sombong, adalah menolak kebenaran dari orang lain, menghina orang dan beranggapan bahwa dirinya lebih baik daripada kebanyakan makhluk Alloh.
Dengki, ialah merahasiakan sikap permusuhan dalam hati. Apabila hal ini disertai dengan perbuatan yang sesuai dengan kedengkian, maka haram. jika dia benci kepada perbuatan kedengkian, maka tidak haram.
Iri juga termasuk maksiat hati. Iri adalah benci terhadap orang islam yang sedang mendapatkan nikmat. Merasa keberatan melihat temannya mendapatkan nikmat. Ini diharamkan bila yang dihasud itu tidak benci pada perbuatan hasudnya, atau beramal dengan perbuatan yang mengungkit-ungkit sedekah yang diberikan. Terus menerus melakukan maksiat dapat menghapus pahala sedekah.
Begitu juga buruk sangka kepada Alloh atau terhadap orang-orang. Mendustakan takdir. bergembira ketika berbuat maksiat, atau ketika ada orang yang berbuat maksiat. Berdusta walau kepada orang kafir. Menipu, benci kepada Sahabat Nabi, kepada Keluarga Nabi, dan kepada orang saleh.
Kikir dengan apa yang telah diwajibkan Alloh. Bakhil, tamak, menghina pada yang dimulyakan Alloh, atau meremehkan kepada yang dibilang besar oleh Alloh, seperti hal taat, risiko maksiat, Al-quran, ilmu agama atau surga dan neraka.
@@@@@
2. Maksiat Perut
Termasuk maksiat perut antara lain:
1. Makan riba
2. Makan upeti
3. Makan barang gasapan
4. Makan barang curian
5. Makan setiap yang diperoleh dengan cara yang diharamkan agama
6. Minum arak. Peminum arak harus di hukum dengan empat puluh kali cambukan bagi orang merdeka dan dua puluh kali untuk sahaya (budak). Dan bagi imam boleh menambah hukuman sebagai hajaran.
7. Makan setiap yang memabukan, barang najis, atau barang yang kotor (menjijikan).
8. Makan harta anak yatim atau harta wakaf dengan cara menyeleweng dari yang ditentukan oleh orang yang mewakafkan.
9. Makan barang yang didapat dari jalan malu (yang memberi karena malu/takut).
@@@@@
3. Maksiat Mata

Termasuk maksiat mata yaitu memandang perempuan lain (bagi laki-laki) atau memandang laki-laki lain (bagi wanita). Orang laki-laki haram memandang bagian tubuh perempuan, selain perempuan halal (istri/budak). Dan bagi perempuan, haram membuka aurat atau sebagian dari tubuhnya dihadapan orang yang haram memandang padanya.
Haram bagi laki-laki dan perempuan membuka bagian tubuh yang diantara pusar dan lutut dihadapan orang yang memperhatikan auratnya meskipun yang memandang dan yang dipandang sama jenis, atau mahram, selain halilnya (suami istri/ tuan dan budaknya).
Bagi laki-laki dan perempuan haram membuka qubul atau duburnya di tempat sepi (sendirian) tanpa ada hajat, kecuali di hadapan halilnya.
Dan bagi mahram atau yang sejenis (laki-laki sama laki-laki/perempuan sama perempuan) atau anak yang belum disahwati, boleh memandang selain diantara pusar dan lutut, asal tidak bersahwat. Kecuali anak laki/perempuan yang belum sampai usia tamyiz. boleh dipandang asal bukan farji anak perempuan. Tapi kalau ibu boleh memandang farji anaknya. Haram memandang kepada sesama muslim dengan gaya menghina.
Haram memandang kedalam rumah orang lain tanpa mendapat izin dari pemiliknya. Haram memandang sesuatu yang sengaja disimpan tanpa mendapat izin. Haram menyaksikan kemungkaran, jika dia tidak ingkar dan bukan tergolong orang yang diampuni untuk menyaksikan nya. Bagi yang menyaksikan kemungkaran wajib segera meninggalkan tempat itu.
@@@@@
4. Maksiat Lisan
termasuk maksiat lisan, antara lain:
1. Membicarakan orang (ngrasani jawa), yaitu menyebut-nyebut saudara muslim dengan perkara yang tidak disukai, sekalipun apa adanya.
2. Mengadu domba, yaitu memindahkan perkataan dari seorang kepada yang lain dengan tujuan merusak
3. Mengadu langsung tanpa memindahkan omongan, sekalipun mengadu pada binatang, haram juga.
4. Berdusta, yaitu berkata salah dengan kenyataannya.
5. sumpah bohong
6. Ucapan-ucapan menuduh zina, adapun lafadznya sangat banyak. Prinsipnya setiap kalimat yang dilontarkan kepada orang atau salah seorang dari kerabatnya dengan tuduhan zina, itulah yang dimaksud menuduh zina (misal, suami berkata kau hamil bukan dari aku dan sebagainya).
Adapun orang yang menuduh zina ada kalanya dengan kata-kata yang jelas dan ada yang kinayah (sindiran). Orang yang menuduh zina wajib dijilid (di cambuk). Delapan puluh kali cambukan bagi orang merdeka dan empat puluh kali bagi budak.
7. mencaci maki para sahabat Nabi
8. Bersaksi (menjadi saksi kasus), tapi bohong
9. Mengingkari janji
10. menunda pembayaran hutang, padahal sudah ada
11. Memaki
12. Melaknati (kepada insan/binatang atau benda mati)
13. Mengina orang islam (dengan kata-kata)
14. Setiap omongan yang menyakitkan sesama muslim
15. Berdusta kepada Alloh dan Rasul-Nya.
16. Pengakuan yang batil (tidak benar)
17. Cerai bid’ah (mencerai istri dalam keadaan haid)
18. dihar (menyerupakan istri dengan mahram).
Dalam dihar ada kafaratnya (denda), jika tidak langsung diceraikan. Dendanya yaitu memerdekakan budak perempuan mukmin dan bebas dari cacat. bila tak kuasa harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut. jika tak mampu harus memberi makan enam puluh orang miskin, masing-masing satu mud (6 gram).
19. Lahn (sengaja membaca salah ketika membaca Al-quran), sekalipun tidak merubah makna.
20. Mengemis pada orang kaya, baik ngemis harta atau minta pekerjaan.
21. Nazar, dengan sengaja/bermaksud agar para ahli waris tidak mendapat warisan.
22. Tidak mau berwasiat untuk dibayarkan hutangnya (jika mati) atau tak mau wasiat urusan barang yang tidak tahu urusannya kecuali dia.
23. Mengakui/menghubungkan nasab dengan selain bapaknya atau kepada selain yang memerdekakannya.
24. Melamar perempuan yang sudah dilamar oleh temannya
25. Memberi petuah tanpa pengetahuan (ngawur).
26. Belajar atau mengajarkan ilmu yang membahayakan.
27. Menghukumi dengan selain hukum Allah.
28. Meratapi/menangisi (dengan suara keras) pada mayit.
29. Setiap ucapan yang mendorong kepada orang lain untuk berbuat haram atau untuk meninggalkan kewajiban.
30. Setiap ucapan yang mencela agama, salah seorang nabi, para ulama, ilmu Al-quran, peraturan agama, dan atau sesuatu dari tanda-tanda agama Alloh.
31. Meniup seruling
32. Diam tak mau amar makruf nahi mungkar, padahal tidak ada uzur.
33. Menyimpan ilmu yang wajib, sementara ada orang yang menuntut.
34. Mengeluarkan angin keluar dari dubur (kentut).
35. Menertawakan orang islam dengan maksud menghina.
36. Menyimpan penyaksian (dia tahu tentang kasus, dan tak mau jadi saksi).
37. Lupa hafalan Al-quran (pernah hafal lalu lupa).
38. Tidak mau menjawab salam, yang wajib untuk dijawab.
39. Mencium istri dengan sahwat ketika ihram haji atau ketika berpuasa fardhu.
40. Mencium orang yang tidak halal dicium.
@@@@@
5. Maksiat Telinga
Maksiat-maksiat telinga antara lain :
1. Mendengarkan pembicaraan orang-orang yang sengaja dirahasiakan.
2. Mendengarkan suara seruling, tambur, dan semua suara yang diharamkan.
3. Mendengarkan orang-orang yang sedang membicarakan orang atau mendengarkan orang adu domba.
4. Mendengarkan ucapan-ucapan yang diharamkan. Kecuali tanpa disengaja suara itu terdengar ditelinganya secara paksa, tapi wajib benci dan ingkar.
@@@@@
6.  Maksiat Tangan
Termasuk maksiat kedua tangan, antara lain :
1. Mengurangi takaran, timbangan atau meteran.
2. Mencuri, jika mencuri barang senilai empat dinar emas (41/2 gram), dari tempat simpanan barang, maka harus di had (dihukum), dipotong tangan kanan, bila mencuri lagi dipotong kaki yang kiri, kalau mencuri lagi harus dipotong tangan kiri, kalau kaki kanan bila mencuri lagi.
3. Merampok
4. Gasab
5. Menarik upeti (semacam penarikan sebagian hasil panen)
6. Menyembunyikan harta rampasan perang
7. Membunuh, ini ada kafaratnya yaitu harus memerdekakan budak (perempuan) mukmin yang selamat dari cacat. Jika tak mampu harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Bila sengaja membunuh, harus dibalas dibunuh. Kecuali bila diampuni oleh keluarga yang dibunuh atas denda atau cuma-cuma. Jika karena lalai atau yang menyerupainya maka wajib membayar denda seratus ekor unta, jika yang dibunuh itu orang merdeka dan muslim (laki-laki). Dan lima puluh ekor jika yang dibunuh perempuan merdeka yang muslim. Denda pembunuhan bisa berbeda-beda menurut bentuk pembunuhan.
8. Memukul tanpa ada hak
9. Mengambil sogok (pelicin), atau menyerahkannya (suap)
10. Membakar binatang (hidup-hidup), kecuali bila binatang itu mengganggu. Kalau memang satu-satunya jalan untuk menyingkirkan itu dengan membakar, maka boleh
11. Menyiksa binatang
12. Bermain dadu (dakon jawa) atau main tab (main lemparan menggunakan batang-batang kayu)
13. Setiap permainan yang ada taruhan, sampai mainan anak-anak menggunakan buah pala, atau lempar-lemparan dengan menggunakan tulang-tulang kaki kambing juga haram
14. Bermain dengan mainan yang diharamkan, seperti tambur, seruling, gitar, dan lain-lain
15. Menyentuh perempuan lain dengan sengaja dan tanpa penghalang (alas). Meski dengan alas tapi bersahwat juga haram, sekalipun yang disentuh itu sama jenisnya (laki-laki sama laki-laki atau perempuan sama perempuan) atau bahkan mahramnya sendiri.
16. Menggambar binatang
17. Tak mau membayar zakat atau sebagiannya, bila memang sudah berkewajiban zakat dan memungkinkan.
18. Mengeluarkan zakat tapi tidak memenuhi ukuran zakat atau diberikan kepada orang yang tak berhak menerima
19. Tidak mau memberi upah kepada orang / barang yang disewa
20. Tidak mau menolong orang yang sengsara dengan memberi sesuatu yang dapat menutup kebutuhannya, padahal tak ada uzur
21. Menulis tulisan yang haram diucapkan
22. Berkhianat, yaitu lawan kata nasihat. Jadi, berkhianat itu dapat terkandung di dalam perbuartan-perbuatan, ucapan-ucapan dan tingkah laku.
 @@@@@
7. Maksiat Farji

Termasuk maksiat farji, antara lain :
1. Berzina
2. Wathi di dubur. Orang zina harus di had, yaitu dilempari batu dengan ukuran cukup (tak besar tak kecil) hingga mati, bagi laki-laki atau perempuan yang bersuami /beristri (muhsan). Apabila yang berzina itu belum pernah menikah, maka harus dihukum dengan seratus kali cambukan dan dibuang (diasingkan) selama satu tahun, demikian bagi orang merdeka, jika sahaya, maka hukumannya separuh dari orang merdeka itu.
3. Menjimak binatang meskipun milik sendiri
4. Mengeluarkan mani (onani) dengan selain tangan halibnya (istri/budaknya).
5. Mengumpuli istri (jimak) dalam keadaan haid, nifas setelah tuntas tapi belum mandi, sesudah mandi tapi tidak niat mandi, atau niat mandi tapi salah satu syarat dari syarat-syarat mandi ada yang tidak dipenuhi.
6. Membuka aurat didepan orang yang haram melihat aurat itu atau membuka aurat ditempat sepi tanpa ada hajat.
7. Buang air besar dan kencing dengan menghadap kiblat atau membelakanginya tanpa ada tutup. Kalau pun ada, tapi jauh dari orang itu, lebih dari tiga ratus zirok (satu zirok tambah 60 cm). Kalaupun dekat, tapi kurang dari dua pertiga zirok, kecuali ditempat yang disediakan untuk buang air besar.
8. Berak didalam masjid sekalipun didalam bejana atau berak ditempat yang dihormati
9. Tidak berkhitan setelah balig.
@@@@@
8. Maksiat Kaki
diantara maksiat kaki antara lain :
1. berjalan menuju maksiat, seperti berjalan untuk mengoreksi keburukan sesama muslim, untuk membunuhnya atau untuk apa saja yang dapat membahayakan orang islam tanpa jalan yang benar.
2. minggatnya sahaya, istri, atau bahkan orang yang mempunyai hak yang wajib dipenuhi, seperti hak di qisas (dibalas karena membunuh), berhutang, wajib memberi nafkah, atau lari dari berbakti kepada kedua orang tua atau lari untuk tidak mendidik anak-anaknya.
3. banyak tingkah ketika berjalan (engklek, jawa).
4. melangkahi leher (orang-orang duduk berbaris) kecuali untuk menutup saf yang kosong.
5. berjalan dihadapan orang sholat bila yang dilewati itu sudah cukup syarat menutup tempatnya (misalnya sudah dengan sajadah).
6. memanjangkan kaki kepada mushaf yang ada ditempat bawah.
7. setiap perjalanan menuju perbuatan yang haram.
8. menyingkir dari kewajiban.
@@@@@
9. Maksiat Badan
Diantara maksiat badan, antara lain:
1. Berani kepada kedua orang tua
2. Lari dari peperangan
3. Memutus sanak famili
4. Menyakiti tetangga, sekalipun kafir yang sudah ada jaminan aman dengan menyakiti yang terang.
5. Menyemir rambut dengan warna hitam
6. Orang laki-laki menyerupai orang perempuan (dengan pakaian atau gaya) dan sebaliknya.
7. Menurunkan (menyengserkan) pakaian karena sombong.
8. Memacari kedua tangan atau kedua kaki, bagi laki-laki tanpa ada hajat.
9. Memutus perbuatan fardhu tanpa uzur.
10. Menggagalkan kesunatan haji dan umrah.
11. Menirukan orang mukmin karena menghina.
12. mengoreksi kekurangan-kekurangan orang.
13. Membuat tahi lalat (tato).
14. Memutus pembicaraan (sateru, jawa) dengan sesama muslim lebih dari tiga hari, kecuali ada uzur syara’.
15. Duduk bersama orang ahli bid’ah, atau bersama orang fasiq (ahli maksiat) untuk menghibur.
16. Mengenakan emas atau perak, atau pakaian yang campur dengan emas/perak, tapi lebih banyak emas/perak. Demikian bagi laki-laki yang sudah balig kecuali cincin perak, kalau itu boleh.
17. Menyendiri bersama perempuan bukan mahram (pacaran)
18. Pergi tanpa ditemani mahram (perempuan pergi sendirian)
19. Mengambil buruh orang merdeka dengan paksa
20. Merendahkan Ulama, pemimpin yang adil, atau orang yang sudah masuk islam.
21. Memusuhi wali (kekasih Alloh)
22. Membantu perbuatan maksiat.
23. Membelanjakan (menggunakan) uang yang sudah tak laku.
24. Menggunakan bejana-bejana emas/perak atau membuatnya.
25. Meninggalkan kefardhuan atau melakukannya tapi ada syarat dan rukun yang ditinggalkan. kalaupun syarat dan rukunnya dipenuhi tapi melakukan hal yang membatalkan kefardhuan itu.
26. Meninggalkan sholat jum’at padahal sudah berkewajiban, sekalipun sudah sholat duhur.
27. Meninggalkan berjamaah sholat fardhu bagi seluruh penduduk kampung.
28. Menunda sholat fardhu, hingga keluar dari waktunya tanpa ada uzur.
29. Melempar binatang buruan dengan barang berat yang mempercepat hilangnya nyawa.
30. Memasang binatang untuk dijadikan sasaran lemparan.
31. Perempuan yang ditinggal mati suaminya tidak mau diam dirumah dan tak mau meninggalkan berhias diri.
32. Perempuan yang tak mau diam dirumah saat idah.
33. Mengotori masjid dengan najis atau dengan barang yang suci.
34. Meremehkan ibadah haji, padahal telah mampu (tidak segera naik haji) sampai meninggal.
35. Memberi hutang kepada orang yang tidak ada harapan untuk membayar dari jihad lahir, jika yang memberi tidak tahu akan hal itu.
36. Tidak mau menunggu kepada orang yang belum mampu membayar hutang.
37. mendermakan harta untuk kemaksiatan.
38. Menghina Al-quran atau setiap ilmu syara’.
39. Memperkenankan anak-anak yang belum tamyiz untuk membawa mushaf.
40. Merubah tapal batas tanah.
41. Memanfaatkan jalan umum untuk sesuatu yang tak diperbolehkan.
42. Menggunakan barang pinjaman untuk hal-hal yang tidak diizini oleh yang meminjamkan.
43. Melampaui batas masa meminjam
44. Meminjamkan barang pinjaman.
45. Melarang sesuatu yang diperbolehkan, seperti tempat menggembala ternak, atau tempat mencari kayu bakar dari tanah mati (belum dimiliki), atau garam dari sumbernya (laut), emas perak dari pertambangan, dan atau melarang mengambil air yang sudah lebih dari kebutuhan.
46. Mempergunakan barang temuan sebelum diumumkan dengan syarat-syaratnya.
47. Duduk-duduk sambil menyaksikan kemungkaran dan dia tidak termasuk orang ada uzur
48. Tataful (mengikuti undangan walimah padahal tidak di undang) atau tidak diizinkan masuk atau disuruh masuk tapi malu.
49. Menghormati orang lain karena takut pada kejahatan orang yang dihormati.
50. Tidak adil diantara para istri (dalam giliran)
51. Keluarnya orang perempuan dengan mengenakan wangi-wangian atau menghias diri (misal, dengan pakaian yang menyala). sekalipun tertutup seluruh auratnya atau diperbolehkan oleh suami. Haramnya bila berjalan dihadapan laki-laki lain.
52. Menggunakan sihir.
53. Tidak patuh pemimpin
54. Menangani (mengurus) anak yatim, atau masjid atau menjabat sebagai juru putus dan lain sebagainya, tapi sebenarnya dia tahu bahwa dia tidak mampu memangku tugas tersebut.
55. Mencegah orang lain yang akan menuntut hak atas dirinya.
56. Menakut-nakuti orang islam (misal, mengacungkan pisau kearah orang).
57. Memotong jalan (merampok dengan mencegat ditengah perjalanan). Pelakunya harus dihukum menurut penganiayaan yang dilakukan. Ada kalanya di ta’zir, dipotong kaki dan tangannya secara bersilang, dan ada kalanya dibunuh kemudian dipancung.
58. Tidak mau memenuhi nazar
59. Menyambung puasa (misal, selama tiga hari tiga malam berpuasa tanpa berbuka sama sekali).
60. Mengambil (menempati) tempat orang lain, atau mendesaknya dengan cara yang menyakitkan
61. mengambil giliran orang.
Sumber : Habib Abdullah bin Husin bin Thahir. Terjemahan Sullamut Taufiq. Mutiara Ilmu :Surabaya

Senin, 10 November 2014

Rabu, 29 Oktober 2014

SIK..SIK..SEBENTAR..SEBENTAR..MAU APA NIH??


BERGEMBIRA DI BUMI LASKAR PELANGI



FOTO DI BELITUNG

SEKALI LAGI, TENTANG NPL….



Obrolan Warung Kopi untuk majalah PARAS BTN
SEKALI LAGI, TENTANG NPL….

Oleh HANAN WIHASTO
SHARIA DIVISION BTN Pusat Jakarta

                    Inilah waktu yang tepat bagi kita untuk membicarakan Business Process dari hulu ke hilir. Tahun 2014 ditutup, tahun 2015 dibuka. Pencapaian NPL (kalau Syariah sebutannya NPF) yang susah payah dan terengah-engah membutuhkan effort yang besar dan bertenaga untuk menanggulanginya. Memang benar, tidak ada bank yang lepas dan bebas sama sekali dari kredit / pembiayaan  macet  (Bad Debt) dan kita semua maklum tidak ada kredit tanpa resiko,  oleh karena itu diwajibkan setiap bank memiliki unit restrukturisasi dan manajemen resiko. Entah darimana asal muasalnya, media massa pun selalu punya berita. Bicara mengenai performance suatu bank, maka yang selalu dicecar adalah NPL/NPF. Di seminar, pembukaan jaringan kerja, laporan keuangan ke investor, dan hearing dengan DPR, para eksekutif  yang menakhodai bank  dibuat  ”keki” karena pertanyaannya dari itu ke itu saja. Gara-gara kredit yang digelontor ke real-estate dan leverage buy out (pembiayaan pembelian saham-saham perusahaan) serta mortgaged di sektor pasar sekunder, perbankan negara adidaya pun termehek-mehek dengan ditandai oleh macetnya pembayaran nasabah (debitur). Tak heran kalau pendapatannya jadi merosot dan buru-buru ambil tindakan berupa restrukturisasi sampai dengan perampingan karyawannya. Itu di Amerika dan Eropa.... ! Semoga di Indonesia tidak seperti ini, apalagi di Institusi kita, semoga hal ini tidak akan dan tidak pernah terjadi.
                    Business Process di kredit / pembiayaan mestinya menjadi tahapan ”crusial” bagi penentuan apakah debitur itu baik atau tidak. Percepatan dalam proses kredit yang dikawal dan dilegitimasikan melalui ”Service Level Agrement “ (SLA) jangan menjadi beban bagi AO dan rentetannya ke back office untuk tidak prudent.  5 hari harus cair untuk KPR, 7 hari harus putus untuk KYG, jangan menjadi ”gondelan” kita untuk tidak aman dan hati-hati. Prudent wajib dilaksanakan, tetapi juga jangan lelet atau lambat dengan alasan prudent. Dari hulu ke hilir, dari nasabah itu datang (calon debitur) diwawancarai, di OTS jika perlu, disetujui, dilaksanakannya akad, pembinaan / memaintenancenya dan  sampai dengan lunas serta ditawarkannya kembali untuk tetap menjadi nasabah kita, merupakan rangkaian Business Process yang selayaknya dicermati dengan cepat, seksama, teliti dan trengginas. Belum lagi kalau produk itu KYG atau modal kerja lainnya, betapa mengenali nasabah (calon debitur) menjadi wajib ain’ untuk  memastikan kelayakan proyeknya. Verifikasi, konfirmasi dan On the spot (OTS) langsung ke lapangan menjadi suatu keniscayaan, untuk memastikan kebenaran data-data tertulis dengan wujud riil di lapangan. Sehingga tidak ada istilah ”tidak tahu” untuk seorang AO terhadap proyek yang ditanganinya. Begitu sadar ada yang belum diketahui, harus segera mencari tahu dan pastikan informasinya benar dan akurat.
                    Proses di hulu memang awal bagi sehatnya suatu kredit. Jika di awal mulus sesuai SOP biasanya sampai di hilir lancar tanpa hambatan. Tetapi jika di hulu tersendat-sendat, biasanya belum tentulah sampai di hilir, bisa jadi ditolak di rakomdit atau disetujui dengan berbagai syarat sebagai mitigasi resikonya. Tetapi bagaimana kalau telah dimitigasi dimana-mana, tetap saja ketemu resiko?  Pertanyaan saya, resikonya seperti apa dulu dan apakah mitigasinya sudah benar? Kalau sudah benar mitigasinya, dan proses kredit telah dilaksanakan sesuai SOP, itu namanya resiko bisnis. Jangan takut, jangan ragu, mantapkan hati untuk tetap konsisten bekerja optimal!
                   Obyek salah-salahan di  internal Unit Kredit itu lazim terjadi. Dan bahkan melibatkan Unit yang lain, terutama Unit Pengawasannya. Begitu case terjadi, hampir semuanya terkejut dan berupaya dengan argumentasi masing-masing dan dari sisi pandangnya sendiri-sendiri. Sesama Unit Kredit berantem dan Unit Pengawasan (maaf) memanfaatkannya untuk mencari celah dan peluang untuk menjadi temuannya. Alhasil...pemeriksaan khusus dibentuk dan proses panjang untuk menghukum orang terjadi. Walah, walah, energi terkuras habis untuk menjelaskan, menerangkan, dan terus diulang-ulang lagi, sampai  para AO dan  pejabat yang bertanggungjawab atas case ini, kepercayaan dirinya untuk memproses kredit merosot drastis. Tidak PD lagi....!  Ke depan, kepinginnya seperti permainan sepakbola ; ”pemain, hakim garis, manajer tim /pelatih, dan wasit, pemahamannya sama terhadap aturan main, sehingga ketika disemprit kita mengerti salahnya.....gitu!”.  Oleh karena itu mari kita sama-sama belajar meningkatkan Product Knowledge dan memahami seluruh peraturan yang ada.
                   Menurut hemat saya, yang hampir 22 tahun bekerja di institusi ini, dan lebih dari 10 tahun di unit kredit / pembiayaan, di sinilah indahnya bekerja memproses kredit / pembiayaan....., resiko pun menjadi ajang kreativitas untuk dicari solusinya. Tentunya resiko yang telah dimitigasi. Memang benar, Kredit / Pembiayaan macet  (Bad Debt) sendiri, selain menggemaskan juga membawa akibat yang tak alang kepalang bagi kegiatan operasi bank. Ia pada akhirnya tak ubahnya seperti rayap yang secara langsung bakal mengerogoti kemampuan modal. Tak lain karena bank mesti menyediakan cadangan yang cukup untuk menghapuskannya. Dan buntutnya, tentu saja kemampuan rentabilitasnya jadi terseok-seok. Belum lagi jika kita memperhitungkan tambahan biaya untuk menyelesaikannya serta kerugian biaya dan dana akibat berjalannya waktu (time value of money).  
                   Tentu saja kredit macet yang menumpuk tinggi bisa disebabkan oleh 2 pihak, nasabah atau bank. Lazimnya jika sang kredit mulai ngadat , kita dengan sangat sederhana menarik garis hitam-putih untuk segera menyalahkan nasabah. Entah itu alasan kenakalan (delinquency) nasabah, mismanjemen, piutang tak tertagih, atau alasan ekstern yang tidak mendukung. Padahal kredit macet hakekatnya merupakan titik kulminasi serangkaian gejala dan aktivitas yang melibatkan  interaksi antara pihak bank dan nasabah. Pada saat timbulnya gejala dini kredit macet, mungkin merupakan saat terbaik  bagi kita untuk mengkaji balik. Dan pertanyaannya barangkali cukup sederhana, yaitu adakah kita memiliki andil yang cukup atas terjadinya kredit macet?
                   Jika pertanyaan begitu, tidak terlalu salah kiranya apabila kita bertanya, apakah kita  memiliki klasifikasi yang baik atas jurus nomor satu pelajaran dasar perkreditan, yaitu “Who is the borrower?” Kalau produk itu Consumer Loan semisal KPR, maka untuk mengidentifikasi borrower tidaklah terlalu sulit, tetapi jika itu Commercial Loan bagaimana kita mengidentifikasikannya? Kadar kesulitan dan kerumitan Commercial Loan seimbang dengan grade jabatan karyawan yang menanganinya. Oleh karena itu secara special saya ingin menyoroti pembiayaan komersial ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kredit macet yang belakangan muncul tanpa kita sempat tahu persis makhluk apakah gerangan sang debitur, oleh satu dan lain hal, terkadang kurang dilakukan secara luas dan mendalam. Penguasaan terhadap identifikasi, asal-usul, pengalaman, performance dan character nasabah (calon debitur), menjadi kata kunci awal menuju tahap berikutnya. Jurus nomor dua adalah perlunya jawaban yang jernih tentang “What business is he in?” Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa banyak kredit yang gagal gara-gara Account Officer (AO) tidak tahu persis mengenai hakekat bisnis yang dijalankan nasabah.
                   Kedua pertanyaan di atas adalah unsur mutlak yang pasti dapat dijawab dan harus dijawab dengan cepat oleh AO secara jernih. Jawaban atas kedua pertanyaan di ataslah yang bakal menjamin repayment kredit. Selain tentunya jurus nomor tiga dan empat, yakni  “What is the financing for and how will we get paid? “.  Di sini baru kita sedikit bermain dengan angka-angka. Apakah pembiayaan yang diberikan untuk modal kerja konstruksi, modal kerja kontraktor, specific cash flow basis, asset based atau  project financing? Masing–masing kegunaan pembiayaan dan tipikal sumber pengambilan kreditnya, sudah barang tentu menimbulkan dampak bagi ketepatan jumlah dan waktu serta terms and conditions kredit yang ditetapkan oleh bank. Yang itu tadi, dalam bahasa texbook kita kenal sebagai first way out. Artinya, ya pengambilan kredit itu semestinya berasal dari kemauan serta kemampuan membayar nasabah. Wujudnya tercermin dalam angka–angka analisa yang dibuat.
                     Tapi, ya itulah tadi, tidak ada bank tanpa kredit macet dan tak ada kredit yang tanpa risiko. Untuk itu kita perlu perhitungkan dengan seksama, dan kita masuk pada dua jurus terakhir, “What is security / support position  and  what  is the risk / reward trade off?” Di sini kita berbicara tentang jenis, kualitas dan nilai agunan kredit untuk dapat menanggulangi risiko kredit serta penghitungan trade off  mengenai proyeksi pendapatan dan resiko yang mungkin merugikan bank. Benar bahwa agunan bukanlah factor utama penilaian bank atas pemberian kredit. Akan tetapi bagaimanapun agunan yang kuat akan memperkokoh posisi tawar menawar bank, manakala kredit tersebut menjadi problem loan. Ini yang kita kenal sebagai second way out. Lantas bagaimana andai seluruh jurus telah kita gunakan tetapi toh kredit yang diberikan menjadi problem loan juga? Ya memang tidak ada jalan lain, kecuali perlu pengidentifikasian masalah secara jernih dan menyelesaikan dengan ketekunan yang tak terbatas. Jelas  tidak mudah dan butuh stamina yang prima, karena itulah harga yang harus dibayarkan oleh bisnis bank. Kita tidak  bisa lari dan bersembunyi darinya. Resiko bisnis jangan ditakuti dan “ditraumatisi”, karena sepanjang seluruh prosesnya sudah dilakukan dengan benar,  sesuai ketentuan dan SOP, maka second way out muncul sebagai solusi.
Modus Operandi Penyimpangan-Penyimpangannya
Inilah modus operandi penyimpangan-penyimpangannya yang umumnya terjadi berdasarkan pengalaman pribadi saya sebagai AO. Baik disadari atau mungkin disengaja karena terbatasnya SDM dan teknologi, penyimpangan-penyimpangan tersebut meliputi berbagai tingkat atau tahapan proses kredit / pembiayaan, antara lain sebagai berikut :
1.       Proses kredit / Pembiayaan
·   Pemeriksaan oleh bank, pemeriksaan usaha debitur, pemeriksa riwayat debitur yang tidak dilakukan dengan baik.
·   Analisa keuangan tidak berdasarkan kepada data yang dapat diyakini  kelayakannya, proyeksi keuangan yang tidak realistis atau bahkan tidak ada sama sekali serta rencana pembayaran kembali yang tidak jelas
·   Pencairan kredit telah dilakukan sebelum seluruh persyaratan terpenuhi dan atau sebelum ada persetujuan tertulis dari kantor pusat.
·   Tidak ada pemberitahuan susulan dari debitur mengenai perubahan struktural dari rencana proyeknya, misalnya prubahan site plant, tipe rumah, spesifikasi teknis dan lain-lain. 
2.       Monitoring  dan pembinaan kredit / Pembiayaan
·   Aktivitas mutasi rekening pinjaman debitur tidak dipantau secara intensif, sehingga kita buta terhadap kondisi keuangan debitur yang lalu dan existing.
·   Penagihan terhadap kewajiban membayar bunga / bagi hasil / margin  tidak dilakukan secara intensif, dan semata-mata hanya mengandalkan petugas outsourcing di lapangan atau Area Collection di wilayahnya.
·   Kunjungan usaha dan proyek tidak pernah dilakukan secara periodik sehingga kondisi rill debitur tidak diketahui, dan baru tahu ketika ybs masuk Kolektibilitas 2 dan seterusnya.
·   Master file atau kredit file / arsip kredit, Dossier A dan B yang tidak up to date dan tidak tertata dengan baik
·   Selama memperoleh fasilitas kredit debitur tidak pernah mengirimkan laporan-laporan baik laporan pengembangan usaha / proyeknya maupun laporan keuangan.
·   Laporan-laporan yang dikirimkan debitur tidak dipelajari secara seksama, dan hanya menjadi onggokan arsip yang tidak pernah ditengok dan baru dipelajari setelah timbul case.
·   Plafond kredit yang sudah ditetapkan tidak dimanfaatkan secara maksimal, sehingga secara tidak sadar bank menanggung idle fund dan tidak bisa memperoleh profit secara optimal.
·   Untuk kredit / pembiayaan dengan sifat non-revolving, baki debet belum ada penurunan walaupun sudah terjadi penjualan rumah yang menjadi obyek pembiayaan bank.
·   Dana yang telah ditarik debitur tidak sesuai dengan  termin dan prestasi proyek di lapangan atau dana cair hanya atas dasar bukti-bukti dokumen belaka tanpa OTS langsung ke lapangan.
·   Terjadi salah penggunaan, misalnya dana yang seharusnya untuk konstruksi digunakan untuk membeli  tanah atau dana yang  seharusnya untuk modal kerja digunakan untuk investasi.
·   Permohonan perpanjangan kredit / pembiayaan  tidak disampaikan 1 bulan sebelum jangka waktu berakhir, tetapi dilakukan tiba-tiba atau setelah jangka waktu habis dan itu pun karena ybs tidak mampu melunasinya.
·   Sekalipun jangka waktu sudah berakhir, tetap tidak ada permohonan perpanjangan dari debitur walaupun sudah diperingatkan melalui surat oleh bank dan pihak bank pun juga tidak melakukan action apa-apa kecuali korespodensi searah.
·   Perpanjangan kredit / Pembiayaan tidak sesuai dengan ketentuan PBI ,  dan semata-mata hanya untuk memenuhi performance bank tanpa melihat kondisi debitur yang sebenarnya.
3.       Hukum / Legal
·   Pendatangan perjanjian kredit / akad tidak sesuai atau tidak di lakukan oleh orang yang syah sesuai dengan kewenangan dan hak legalitasnya.
·   Tidak dilakukan review materi pengikatan sehubungan dengan perubahan fasilitas kredit /  pembiayaan, karena dasarnya hanya percaya dengan notaris dan copy paste terhadap materi-materi akad sebelumnya, serta tidak berkonsultasi dengan Divisi Legal di Kantor Pusat.
·   Adanya salah ketik yang cukup berpengaruh seperti tanggal, nama, bahasa materi pengikatan dan lain-lain, serta lembaran akad yang lupa atau terlewat sehingga tidak diparaf dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang terkait dalam akad tersebut.
·   Notaris tidak menyerahkan Dokumen Pokok tepat waktu dan Bank lalai terhadap kontrol dokumen pokok yang Lewat Ambang Toleransi (LAT) seperti Sertifikat Tanah dan IMB.
4.       Agunan
·   Taksasi agunan disesuaikan dengan besarnya permohonan debitur, surat sakti  dan unsur, like and dislike petugas penilaian atau membiarkan Penilai Independen berkolusi dengan calon debitur.
·    Rasio Agunan dipas-pasin dengan permohonan, walaupun sebenarnya kurang dari ketentuan yang dipersyaratkan, atau main pangkas terhadap plafond sehingga pas sesuai dengan persyaratan walaupun secara realita kebutuhan dana debitur tidak terpenuhi, sehingga berpotensi proyek mandeg di tengah jalan.
·   Agunan tidak layak jual baik karena alasan ekonomis maupun alasan hukum.
·   Tidak  dilakukan pemeriksaan fisik di lapangan, karena semata-mata percaya penuh dengan Tim Appraisal Independen.
·   Agunan tidak sesuai dengan yang di akte perjanjian kredit, sertifikat agunan dikuasai bank lain atau Sertifikat Agunan Tanah ( seperti HGB / Hak Pakai / Hak Pengelolaan ) tidak berlaku lagi.
5.       Lain-lain
·   Agunan dimiliki satu orang untuk beberapa fasilitas dan debitur, sehingga patut diduga ada sejenis calo atau broker agunan yang niatnya tidak baik. Sehingga ketika pembiayaan ini bermasalah, eksekusi terhadap agunan terasa njelimet, rumit dan berputar-putar.
·   Perlu diwaspadai adanya mafia kejahatan bank yang meliputi dealer-dealer Kendaraan Bermotor yang ngakunya bisa menjamin dan mengcover seluruh tunggakan debitur jika debitur tersebut bermasalah, tanpa ada bukti cash collateral yang meyakinkan dan PKS yang mantap, prudent dan mengamankan  seluruh kepentingan bank.
·   Hati-hati dengan pemalsuan dokumen agunan sehingga pastikan dokumen asli dan tidak ganda, dan pastikan fisik agunan Asli dan bukan sepuhan atau palsu semisal Emas untuk produk Gadai. 
                   Disamping memanfaatkan hasil kerja unit lain seperti  IAD, CCRD, AMD dan pihak eksternal seperti BI dan BPK, maka seyogyanya Unit Bisnis Cabang sebagai ujung tombak kredit / pembiayaan harus mampu menciptakan suatu kondisi kerja dimana seluruh aparat kredit dijamin tidak akan sengaja melakukan penyimpangan yang dapat merugikan bank. Caranya antara lain dengan menyelenggarakan forum komunikasi / diskusi, classical meeting atau sharing terhadap kasus-kasus kredit bermasalah atau yang berpotensi menuju problem loan..
                   Kalau Unit Manajemen Resiko memiliki BRO di cabang-cabang sebagai tangan panjang Kantor Pusat  untuk memitigasi resiko yang sifatnya future, maka saya menyarankan Unit Kredit (Consumer dan Commercial Loan) memiliki Loan Review di cabang-cabang yang tugasnya  mereview kembali kelengkapan administrasi debitur yang sifatnya past performance dan dilakukan terus menerus sehingga para AO lebih ”ngeh“ menyelesaikan kekurangannya dan lebih berkonsentrasi mengejar ekspansi.   Saya menyarankan demikian, karena salah satu bank swasta besar telah melakukan hal ini untuk membantu AO agar tidak terjebak ke ”administration minded“,  dan tetap berfokus ke realisasi baru.
                   Sering secara apriori sebagian orang mengatakan bahwa bila semua ketentuan tersebut (PBI, PD, SE dan SOP)  diterapkan, maka akan sangat sedikit kredit / pembiayaan yang dapat direalisasikan karena kondisi di lapangan sudah “lumrah“ dituntut adanya penyimpangan. Pernyataan tersebut harus dibantah dan tidak boleh terbersit sedikit pun di dalam niat aparat, apalagi menjadi bahan pertimbangan. Hari Gini , masih ada yang menganggap penyimpangan kredit / pembiayaan itu lumrah, dan jamak-jamak saja...,  Apa Kata Dunia ???



$$$********$$$     Cilebut-Jombor Kidul, 28 Oktober 2014.   @@@@@