Oleh Hanan Wihasto (DSYA BTN Pusat)
Bila ada yang mengatakan, promosi jabatan adalah ukuran sukses seseorang dalam berkarier di perusahaan. Orang-orang mengangguk-angguk kepala tanda setuju. Tetapi kalau kesuksesan seseorang yang katakanlah bisa menjadi pimpinan tertinggi di suatu perusahaan disebut sebagai kutukan, mungkin akan banyak orang yang mengernyutkan alis sebagai tanda tidak percaya. Terutama karena seseorang terlalu lama manusia telah dibius bahwa kesuksesan adalah sebentuk garis finish kehidupan yang harus dicapai. Kerja keras, belajar keras, mencintai yang keras, semuaya yang serba keras ini dilakukan untuk mencapai kesuksesan. Jumlah saldo di bank yang menggunung, penampilan yang aduhai, nama yang dikenal banyak orang, rumah mewah yang mentereng hanyalah sebagian atribut-atribut kesuksesan yang paling dicari.
Namun, sebagaimana wajah kehidupan yang lainnya sukses juga berwajah ganda. Di satu sisi ia membantu, di lain sisi ia membelenggu. Soal wajah sukses yang membantu tentu telah banyak yang diulas dan dibicarakan. Namun soal wajah sukses yang membelenggu, ini yang mulai banyak mengganggu. Perceraian, perselingkuhan, penyakit akibat bekerja terlalu keras, bahkan permusuhan serta peperangan bisa menjadi akibat dari sukses yang membelenggu.
Tokoh-tokoh motivator seperti Mario Teguh, Gede Prama, Jamil Azzaini, Erbe Sentanu, Arvan Pradiansyah dan lain-lain selalu memiliki pandangan yang berbeda daripada pandangan orang kebanyakan, dalam melihat kesuksesan. Di bawah ini adalah pandangan kesuksesan dari para motivator tersebut dan pandangan penulis dalam melihat kesuksesan.
Sebut saja, kesombongan sebagai ekses dari buah sukses. Terlalu banyak orang sukses kemudian diperangkap oleh kesombongan. Dan mudah ditebak apa yang diperoleh manusia setelah terperangkap kesombongan. Kesuksesan telah membuat manusia berbaju ego tebal, menganggap diri paling tinggi sera menempatkan orang lain dalam posisi yang lebih rendah.
Penyakit kelelahan adalah contoh lain. Ada seorang eksekutif kaya raya yang memperoleh kekayaannya dengan jalan kerja keras. Namun ketika usia menginjak 50an, kemudian sakit-sakitan, seluruh kekayaan habis untuk berobat. Bahkan, ketika kekayaan habispun, penyakit belum kunjung pergi. Ada juga cerita tentang pria setia yang demikian setianya pada keluarga sampai-sampai harus pulang malam terus dari tempat kerja. Namun begitu jadi orang kaya, kesetiaannya entah pergi kemana. Kesuksesan harus dia bayar dengan perceraian.
Inilah sekelumit wajah kesuksesan yang memenjara. Sukses (terutama materi) yang dikejar dan tidak sedikit biaya dari sekolah yang keras, belajar yang keras, sampai dengan kerja yang keras, bahkan tidak sedikit yang membayarnya dengan harga yang lebih besar lagi, berupa perceraian dan berantakannya rumah tangga, ternyata tidak membebaskan. Sebaliknya malah menjadi penjara-penjara yang menyengsarakan.
Mario Teguh mengatakan, apalah artinya kita sukses di kantor, jika di rumah seperti kucing dan anjing dengan anak-anak dan isteri kita.
Erbe Sentanu mengatakan, keikhlasan adalah kunci sukses dalam menggapai kehidupan ini. Pikiran yang sukses tidak semata-mata dalam bentuk materi tetapi berupa properti atau kekayaan batin. Sehingga mind set ”Positive Thinking” harus digeser ke mind set ”Positive Feeling”.
Tentu tidak disarankan kalau dari sini, banyak sahabat yang takut akan kesuksesan. Tidak disarankan juga menggunakan argumen dalam tulisan ini untuk menghakimi banyak orang sukses. Yang memerlukan permohonan mendalam dalam hal ini, bagaimana membuat sukses yang menelan biaya yang demikian besar ini bukannya memenjara, sebaliknya malah membuat hidup semakin terbebaskan?
Rute menuju ke sebuah tempat memang tidak pernah satu. Salah satu rute yang layak direnungkan dalam mencapai sukses yang membebaskan adalah dengan mencermati pikiran. Gede Prama secara khusus mengutip pendapat seorang guru bahwa mind is a good servant but a bad master. Sebagai pembantu, memang pembantu yang amat mengagumkan. Namu sebagai penguasa, pikiran juga penguasa yang demikian memenjara. Secara lebih khusus lewat sifat pikiran yang hanya mengerti melalui dualitas. Tidak saja penyakit yang memenjara, sehat juga memenjara. Terutama kalau sehat keudian berharap selamanya sehat walafiat. Tidak saja terangkap karena kebahagiaan menghadirkan keserakahan untuk tidak mau berganti situasi.
Sukses sebagai hasil olahan pikiran juga serupa. Tidak saja gagal memenjara, sukses juga memerangkap. Tertama karena kesuksesan diikuti oleh keterikatan agar sukses abadi. Akibatnya, kesuksesan disertai banyak ketakutan. Inilah salah satu awal sukses yang memenjara.
Gede Prama memberikan saran sederhana tetapi mengagumkan, ”try not to a take to any thought that arise in your mind!” Rupanya, keterikatan berlebihan terhadap apa saja yang muncul di pikiran bisa memenjara. Sehingga, apapun gambar yang muncul dipikiran, lebih disarankan untuk berjarak seperlunya. Tidak saja dengan kegagalan, dengan kesuksesan juga perlu berjarak. Ketika manusia berhasil berjarak terhadap seluruh dualitas (baik-buruk, sukses-gagal, bahagia-menderita) disarankan hanya dilihat. Persis seperti melihat gambar-gambar sinetron di televise. Semuanya berganti terus menerus. Dan yang melihat bisa berjarak terus tanpa perlu terpengaruh berlebihan. Alloh SWT berfirman orang yang sukses bukanlah orang jabatan dan kekuasaannya tinggi, bukanlah orang yang kaya, bukanlah orang yang fisiknya mengagumkan, tetapi : “orang yang mulia di sisiKU adalah orang yang bertaqwa”, itulah kesuksesan yang hakiki……!
########### DSYA, 12 Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar